Dapatkah
Kehidupan Muncul secara Kebetulan?
SEWAKTU Charles Darwin mengemukakan teori evolusi, ia mau tak mau mengakui bahwa kehidupan mungkin ”pada mulanya diembuskan oleh sang Pencipta ke dalam satu atau beberapa bentuk”.1 Tetapi, teori evolusi masa kini umumnya tidak menyebut-nyebut adanya Pencipta. Sebaliknya, teori generatio spontanea (terbentuknya kehidupan secara spontan) yang pernah ditolak, telah dimunculkan kembali dalam bentuk yang agak berbeda.
2
Suatu bentuk konsep generatio spontanea telah dipercayai sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-17 M, bahkan para ilmuwan yang disegani, seperti Francis Bacon dan William Harvey, mempercayai teori itu. Tetapi, pada abad ke-19, Louis Pasteur dan beberapa ilmuwan lain tampaknya telah meruntuhkan teori tersebut, karena eksperimen mereka membuktikan bahwa kehidupan hanya dapat berasal dari kehidupan yang sudah ada. Meskipun demikian, karena dirasa perlu, teori evolusi mengemukakan asumsi bahwa dahulu kala, entah bagaimana, kehidupan mikroskopis pasti telah muncul secara spontan dari benda mati.
Wajah
Baru Teori Generatio Spontanea
3
Pendapat terkini tentang asal mula kehidupan menurut evolusi diringkaskan oleh Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene. Ia berspekulasi bahwa pada mulanya, atmosfer bumi terdiri dari karbon dioksida, metana, amonia, dan air. Melalui energi dari sinar matahari, dan mungkin dari petir serta letusan gunung berapi, senyawa-senyawa sederhana itu terurai lalu tersusun kembali menjadi asam-asam amino. Berbagai asam amino itu lambat laun terakumulasi di lautan dan menjadi senyawa sejenis protein. Pada akhirnya, ia berkata, lautan itu menjadi suatu ”sup organik”, tapi masih tidak bernyawa.
4
Lalu, menurut penjelasan Dawkins, ”sebuah molekul yang sangat luar biasa terbentuk secara kebetulan”—molekul yang mampu menggandakan diri. Meskipun mengakui bahwa kebetulan tersebut sangat tidak mungkin, ia berkukuh bahwa pasti itulah yang terjadi. Molekul-molekul yang serupa terkumpul, dan kemudian, lagi-lagi melalui suatu kebetulan yang sangat tidak mungkin, molekul-molekul ini membungkus diri dengan membran pelindung yang terbuat dari molekul-molekul protein lain. Konon, itulah sel hidup pertama yang muncul dengan sendirinya.2
5
Sampai di sini seorang pembaca mungkin mulai mengerti komentar Dawkins dalam prakata bukunya, ”Buku ini hendaknya dibaca seolah-olah ini buku fiksi ilmiah.”3 Tetapi, bagi para pembaca pokok tersebut, itu bukan hal aneh. Kebanyakan buku lain tentang evolusi juga hanya secara sekilas mengulas problem besar tentang munculnya kehidupan dari benda mati. Maka, Profesor William Thorpe dari fakultas zoologi di Universitas Cambridge mengatakan kepada sesama ilmuwan, ”Semua spekulasi dan diskusi dangkal yang diterbitkan selama sepuluh sampai lima belas tahun terakhir, yang menjelaskan caranya kehidupan bermula, ternyata terlalu sederhana dan tidak berbobot. Jalan keluar untuk problem itu sebenarnya masih sama jauhnya seperti dulu.”4
6
Kemajuan pengetahuan yang sangat pesat baru-baru ini justru memperlebar kesenjangan antara benda mati dan makhluk hidup. Bahkan organisme bersel tunggal yang paling tua ternyata sedemikian rumitnya sehingga tak terselami. ”Biologi mengalami kesulitan dalam menemukan permulaan yang sederhana,” kata astronom Fred Hoyle dan Chandra Wickramasinghe. ”Sisa-sisa fosil bentuk-bentuk kehidupan purba yang ditemukan di bebatuan tidak memperlihatkan permulaan yang sederhana. . . . maka teori evolusi tidak memiliki fondasi yang kuat.”5 Dan, bertambahnya pengetahuan malah mempersulit upaya untuk menjelaskan bagaimana bentuk kehidupan mikroskopis yang luar biasa rumit dapat muncul secara kebetulan.
7
Langkah-langkah utama munculnya kehidupan, menurut perkiraan teori evolusi, adalah (1) adanya atmosfer primitif yang tepat dan (2) lautan sup organik yang sarat dengan molekul-molekul ”sederhana” yang dibutuhkan oleh kehidupan. (3) Dari molekul-molekul itu terbentuklah protein dan nukleotida (senyawa kimia yang kompleks) yang (4) menyatu dan terlapisi membran, dan selanjutnya (5) mengembangkan suatu kode genetik dan mulai menggandakan diri. Apakah langkah-langkah ini sesuai dengan fakta yang ada?
Atmosfer
Primitif
8
Pada tahun 1953, Stanley Miller mengalirkan percikan listrik melalui suatu ”atmosfer” yang terdiri dari hidrogen, metana, amonia, dan uap air. Eksperimen ini menghasilkan beberapa dari sekian banyak asam amino yang ada dan yang merupakan bahan pembentuk protein. Namun, ia hanya memperoleh 4 dari 20 asam amino yang diperlukan untuk kehidupan. Lebih dari 30 tahun kemudian, eksperimen para ilmuwan masih belum bisa menghasilkan ke-20 asam amino yang dibutuhkan dalam keadaan yang dianggap memungkinkan.
9
Miller berasumsi bahwa atmosfer primitif bumi mirip dengan yang ada dalam labu (tabung) eksperimennya. Mengapa? Karena, seperti yang belakangan dikatakan oleh dia dan rekan sekerjanya, ”Senyawa yang penting secara biologis hanya dapat terbentuk dalam keadaan reduksi [tidak ada oksigen bebas dalam atmosfer].”6 Namun, para evolusionis lain berteori bahwa oksigen harus ada. Hal ini menimbulkan dilema bagi evolusi sebagaimana diungkapkan oleh Hitching, ”Kalau ada oksigen di udara, asam amino yang pertama tidak akan pernah terbentuk; tanpa oksigen, asam amino itu akan tersapu habis oleh sinar-sinar kosmis.”7
10
Kenyataannya, orang hanya bisa mereka-reka atau menduga-duga seperti apa sebenarnya atmosfer primitif bumi itu. Tidak ada yang mengetahuinya secara pasti.
Bisakah
Suatu ”Sup Organik” Terbentuk?
11
Apakah mungkin asam amino yang diperkirakan telah terbentuk dalam atmosfer terbawa turun ke lautan dan membentuk suatu ”sup organik”? Sama sekali tidak mungkin. Energi yang sama yang memecah senyawa sederhana dalam atmosfer itu justru akan lebih cepat menguraikan setiap asam amino kompleks yang terbentuk. Menarik, ketika Miller mengalirkan percikan listrik melalui suatu ”atmosfer” dalam eksperimennya, ia berhasil menyelamatkan empat asam amino yang ia peroleh hanya karena ia memindahkannya dari daerah percikan listrik. Seandainya ia membiarkannya di sana, percikan itu akan menguraikan asam-asam amino tersebut.
12
Namun, katakanlah asam-asam amino itu, entah bagaimana, bisa mencapai lautan dan terlindung dari radiasi ultraviolet yang merusak di atmosfer. Lalu? Hitching menjelaskan, ”Di bawah permukaan air tidak akan ada cukup energi untuk mengaktifkan reaksi kimia selanjutnya; air selalu menghambat pertumbuhan molekul yang lebih kompleks.”8
13
Maka, setelah berada dalam air, asam-asam amino itu harus keluar dari air untuk dapat membentuk molekul yang lebih besar dan berevolusi menjadi protein yang penting bagi pembentukan kehidupan. Tetapi, begitu keluar dari air, asam-asam amino itu kembali berada dalam bahaya karena cahaya ultraviolet yang merusak! ”Dengan kata lain,” ujar Hitching, ”secara teoretis, untuk melewati bahkan tahap pertama yang relatif mudah ini [untuk mendapatkan asam amino] dalam evolusi kehidupan, peluangnya nyaris nihil.”9
14
Walaupun umumnya ditegaskan bahwa kehidupan muncul secara spontan dalam lautan, air sama sekali tidak menunjang proses kimiawi yang diperlukan. Ahli kimia Richard Dickerson menjelaskan, ”Maka sulit diterima bagaimana polimerisasi [penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul yang lebih besar] dapat berlangsung dalam lingkungan berair di lautan primitif, karena air cenderung menghasilkan depolimerisasi [penguraian molekul besar menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana] bukannya polimerisasi.”10 Ahli biokimia George Wald menyetujui pandangan ini. Ia mengatakan, ”Penguraian spontan lebih mudah terjadi, sehingga akan berlangsung jauh lebih cepat, daripada sintesis spontan.” Ini berarti tidak akan terbentuk sup organik! Wald menganggap hal ini sebagai ”problem paling pelik yang kita [para evolusionis] hadapi”.11
15
Namun, ada lagi problem pelik yang dihadapi oleh teori evolusi. Ingat, ada lebih dari 100 asam amino, tetapi hanya 20 yang diperlukan untuk protein-protein kehidupan. Selain itu, ada dua bentuk asam amino: Ada yang molekulnya berbentuk ”tangan kanan” dan yang lain ”tangan kiri”. Seandainya asam-asam amino itu terbentuk secara acak, seperti dalam teori sup organik, kemungkinan besar ada setengah yang berbentuk tangan kanan dan setengah berbentuk tangan kiri. Dan belum diketahui alasannya mengapa hanya satu bentuk yang dipilih untuk kehidupan. Kenyataannya, dari ke-20 asam amino yang digunakan untuk menghasilkan protein-protein kehidupan, semuanya adalah asam amino tangan kiri!
16
Bagaimana mungkin, secara acak, hanya jenis-jenis tertentu yang menyatu dalam sup tersebut? Fisikawan J. D. Bernal mengakui, ”Patut diakui bahwa penjelasan ini . . . masih merupakan salah satu bagian tersulit untuk dijelaskan tentang aspek-aspek struktural kehidupan.” Ia menyimpulkan, ”Mungkin kita tidak akan pernah dapat menjelaskannya.”12
Probabilitas
dan Protein Spontan
17
Seberapa besarkah peluang terbentuknya satu molekul protein dari asam-asam amino yang tepat? Ini bisa diibaratkan kita memiliki setumpuk kacang merah yang bercampur dengan kacang putih dalam jumlah yang sama. Selain itu, ada lebih dari 100 jenis kacang dalam tumpukan itu. Nah, jika Anda menyendok tumpukan ini, apa yang akan Anda dapatkan? Agar sejajar dengan komponen-komponen dasar suatu protein, Anda harus menyendok hanya kacang yang berwarna merah—sama sekali tidak boleh ada yang berwarna putih! Selain itu, dalam sendok Anda hanya boleh ada 20 jenis kacang merah, dan setiap kacang harus ada di tempat tertentu yang telah ditetapkan dalam sendok itu. Dalam hal protein, jika satu saja di antara syarat-syarat itu tidak terpenuhi, protein yang dihasilkan tidak akan berfungsi dengan baik. Tidak soal berapa kali kita mengaduk dan menyendok tumpukan kacang itu, apakah kita akan memperoleh kombinasi yang tepat? Tidak. Maka, bagaimana mungkin itu terjadi dalam sup organik?
18
Protein-protein yang dibutuhkan untuk kehidupan memiliki molekul yang sangat kompleks. Seberapa besarkah peluang satu molekul protein yang sederhana dapat terbentuk secara acak dalam suatu sup organik? Para evolusionis mengakui kemungkinannya hanya satu berbanding 10113 (1 diikuti dengan 113 nol). Tetapi, kejadian apa pun yang kemungkinannya satu berbanding 1050 saja sudah dianggap tidak pernah terjadi oleh para matematikawan. Kemustahilan hal itu nyata dari fakta bahwa angka 10113 lebih besar daripada jumlah semua atom yang diperkirakan ada di alam semesta!
19
Beberapa protein berfungsi sebagai materi struktural dan yang lain sebagai enzim. Enzim mempercepat reaksi kimia yang dibutuhkan dalam sel. Tanpa bantuan enzim, sel itu akan mati. Tidak hanya sedikit, tetapi ada 2.000 protein yang berfungsi sebagai enzim untuk kegiatan sel. Seberapa besarkah peluang untuk mendapatkan semua ini secara acak? Kemungkinannya adalah satu berbanding 1040.000! ”Kemungkinan yang sangat, sangat kecil,” kata Hoyle, ”yang tidak bakal terwujud sekalipun seluruh alam semesta terdiri dari sup organik.” Ia menambahkan, ”Jika seseorang tidak berprasangka karena kepercayaan masyarakat atau pendidikan ilmiah sehingga yakin bahwa kehidupan muncul [secara spontan] di bumi, perhitungan yang sederhana ini akan sama sekali menepis gagasan tersebut.”13
20
Namun, sebenarnya peluang itu jauh lebih kecil lagi daripada angka ”yang sangat, sangat kecil” tadi. Sel harus memiliki membran pembungkus yang sangat rumit, yang terbuat dari molekul protein, gula, dan lemak. Seperti yang ditulis oleh evolusionis Leslie Orgel, ”Membran sel modern memiliki kanal dan pompa yang secara khusus mengontrol masuk dan keluarnya zat makanan, limbah, ion logam, dan sebagainya. Kanal-kanal khusus ini melibatkan protein-protein yang sangat spesifik, molekul-molekul yang tidak mungkin ada pada permulaan evolusi kehidupan.”14
Kode
Genetik yang Luar Biasa
21
Yang lebih sulit untuk didapat daripada semua ini adalah nukleotida, unit dasar DNA, yang mengandung kode genetik. Ada lima histon yang tercakup dalam DNA (histon dianggap berkaitan dengan pengaturan kegiatan gen). Peluang untuk membentuk histon yang paling sederhana pun konon adalah satu berbanding 20100—angka yang amat besar lainnya yang ”melebihi jumlah semua atom dalam semua bintang dan galaksi yang dapat dilihat melalui teleskop astronomi terbesar”.15
22
Namun, kesulitan yang lebih besar bagi teori evolusi adalah asal mula kode genetik yang lengkap—syarat untuk reproduksi sel. Teka-teki lama tentang ’ayam atau telur’ muncul sehubungan dengan protein dan DNA. Hitching mengatakan, ”Pembentukan protein bergantung pada DNA. Tetapi, DNA tidak dapat terbentuk tanpa protein yang sudah ada sebelumnya.”16 Inilah paradoks yang diajukan oleh Dickerson, ”Yang mana lebih dulu,” protein atau DNA? Ia mengatakan, ”Jawabannya pastilah, ’Keduanya berkembang bersamaan.’”17 Itu sama saja dengan mengatakan bahwa ’ayam’ dan ’telur’ pasti berevolusi bersamaan, tidak ada yang berasal dari yang lain. Apakah ini kedengarannya masuk akal bagi Anda? Seorang penulis sains menyimpulkan, ”Asal mula kode genetik menimbulkan problem ayam-dan-telur yang pelik, yang sampai sekarang masih sangat kacau.”18
23
Ahli kimia Dickerson juga melontarkan komentar yang menarik ini, ”Evolusi sistem kerja genetik adalah langkah yang belum dapat dibuat modelnya di laboratorium; karena itu, orang dapat berspekulasi tanpa batas, tanpa hambatan fakta-fakta yang menyulitkan.”19 Tetapi, dapatkah disebut prosedur ilmiah yang baik apabila serbuan ”fakta-fakta yang menyulitkan” dikesampingkan dengan begitu mudahnya? Leslie Orgel menyebut keberadaan kode genetik sebagai ”aspek yang paling membingungkan dari problem tentang asal mula kehidupan”.20 Dan, Francis Crick menyimpulkan, ”Walaupun kode genetik hampir bersifat universal, mekanisme yang diperlukan untuk mewujudkannya terlalu kompleks sehingga tidak dapat muncul dalam sekali langkah.”21
24
Dalam upaya mengatasi problem di atas, teori evolusi mengajukan proses langkah demi langkah yang dapat dilakukan seleksi alam secara bertahap. Namun, tanpa kode genetik untuk memulai reproduksi, tidak akan ada bahan yang dapat dipilih oleh seleksi alam.
Fotosintesis
yang Menakjubkan
25
Kini timbul lagi rintangan baru bagi teori evolusi. Pada suatu saat selama perkembangannya, sel primitif itu harus menciptakan sesuatu yang merombak kehidupan di bumi—fotosintesis. Dalam fotosintesis, tumbuhan menyerap karbon dioksida dan melepas oksigen, dan proses ini belum dipahami sepenuhnya oleh para ilmuwan. Sebagaimana dikatakan biolog F. W. Went, fotosintesis adalah ”proses yang belum dapat ditiru dalam tabung percobaan”.22 Namun, secara kebetulan, sebuah sel kecil yang sederhana konon telah menciptakannya.
26
Proses fotosintesis ini mengubah atmosfer yang tidak memiliki oksigen bebas menjadi atmosfer yang seperlima jumlah molekulnya adalah oksigen. Alhasil, binatang dapat menghirup oksigen dan hidup, dan lapisan ozon dapat terbentuk untuk melindungi semua kehidupan dari dampak radiasi ultraviolet yang merusak. Mungkinkah serangkaian peristiwa luar biasa ini terjadi hanya secara kebetulan?
Apakah
Kecerdasan Tersangkut?
27
Sewaktu dihadapkan pada berbagai rintangan besar yang menghalangi pembentukan sebuah sel hidup secara kebetulan, beberapa evolusionis terpaksa mundur. Misalnya, para pengarang buku Evolution From Space (Hoyle dan Wickramasinghe) menyerah dan berkata, ”Persoalan-persoalan ini terlalu kompleks untuk dihitung kemungkinannya.” Mereka menambahkan, ”Tidak mungkin . . . kita dapat mengatasinya hanya dengan sup organik yang lebih besar dan lebih baik, seperti yang kami harapkan mungkin terjadi satu atau dua tahun lalu. Angka-angka yang kita hitung di atas pada dasarnya menunjukkan bahwa terbentuknya sup seukuran alam semesta ataupun seukuran bumi sangatlah mustahil.”23
28
Maka, setelah mengakui bahwa pastilah ada kecerdasan yang tersangkut dalam munculnya kehidupan, para pengarang itu melanjutkan, ”Memang, teori semacam itu begitu jelas sehingga orang heran mengapa hal itu tidak dipercayai secara luas sebagai sesuatu yang tak bisa dipungkiri. Alasannya bersifat psikologis dan bukan ilmiah.”24 Maka, seorang pengamat dapat menyimpulkan bahwa rintangan ”psikologis” adalah satu-satunya penjelasan yang masuk akal mengapa kebanyakan evolusionis berkukuh bahwa kehidupan bermula secara kebetulan dan menolak adanya ”rancangan atau tujuan atau pengarahan”25 apa pun, seperti yang diungkapkan oleh Dawkins. Sebenarnya, setelah mengakui perlunya kecerdasan, bahkan Hoyle dan Wickramasinghe mengatakan bahwa mereka tidak percaya adanya pribadi Pencipta yang menyebabkan munculnya kehidupan.26 Menurut pendapat mereka, kecerdasan memang suatu keharusan, tetapi adanya Pencipta tidak bisa diterima. Tidakkah hal itu bertentangan?
Apakah
Ilmiah?
29
Untuk dapat diterima sebagai fakta ilmiah, teori munculnya kehidupan secara spontan harus diteguhkan melalui metode ilmiah. Metode itu dijabarkan sebagai berikut: Amati apa yang terjadi; berdasarkan pengamatan tersebut buatlah teori tentang apa yang mungkin benar; ujilah teori itu dengan pengamatan lebih lanjut dan dengan eksperimen; dan perhatikan apakah prediksi berdasarkan teori tersebut terbukti benar.
30
Jika kita berupaya menggunakan metode ilmiah, munculnya kehidupan secara spontan belum pernah dapat diamati. Tidak ada bukti bahwa hal itu terjadi sekarang, dan tentu saja tidak ada manusia yang mengamati terjadinya peristiwa itu dalam kurun waktu yang diperkirakan oleh para evolusionis. Tidak ada teori tentang hal itu yang pernah diteguhkan melalui pengamatan. Berbagai eksperimen laboratorium telah gagal mengulanginya. Berbagai prediksi berdasarkan teori itu belum terbukti kebenarannya. Mengingat metode ilmiah tidak dapat diterapkan, secara jujur dapatkah teori itu diangkat menjadi suatu fakta ilmiah?
31
Di pihak lain, ada banyak bukti untuk mendukung kesimpulan bahwa kehidupan tidak mungkin muncul secara spontan dari benda mati. ”Cukup dengan merenungkan betapa luar biasa sulitnya hal ini,” kata Profesor Wald dari Harvard University, ”seseorang dapat mempercayai bahwa organisme hidup mustahil terbentuk secara spontan.” Tetapi, apa yang sebenarnya diyakini oleh pendukung evolusi ini? Ia menjawab, ”Namun, buktinya kita ada—menurut saya, sebagai hasil dari munculnya kehidupan secara spontan.”27 Apakah ini kedengaran seperti sains yang objektif?
32
Biolog asal Inggris Joseph Henry Woodger melukiskan penalaran demikian sebagai ”dogmatisme murni—mengklaim bahwa apa yang ingin Anda percayai benar-benar terjadi”.28 Bagaimana para ilmuwan sampai mempercayai sesuatu yang jelas-jelas melanggar metode ilmiah? Evolusionis terkenal Loren Eiseley mengakui, ”Setelah mencaci para teolog karena mempercayai dongeng dan mukjizat, sains mendapati dirinya dalam posisi yang sulit karena harus menciptakan dongengnya sendiri: yaitu anggapan bahwa apa yang, setelah upaya yang panjang, tidak dapat dibuktikan terjadi dewasa ini, telah terjadi pada zaman purba.”29
33
Berdasarkan bukti, teori tentang munculnya kehidupan secara spontan tampaknya lebih cocok digolongkan sebagai fiksi ilmiah daripada fakta ilmiah. Banyak pendukung tampaknya telah mengabaikan metode ilmiah dalam hal-hal demikian agar dapat mempercayai apa yang ingin mereka percayai. Meskipun ada banyak sekali kejanggalan yang tidak menunjang teori munculnya kehidupan secara kebetulan, dogmatisme yang kaku telah mengalahkan kehati-hatian yang biasanya menjadi ciri metode ilmiah.
Tidak
Semua Ilmuwan Mempercayainya
34
Tetapi, tidak semua ilmuwan menutup diri terhadap alternatif lain. Misalnya, karena menyadari banyaknya kejanggalan yang tidak menunjang munculnya kehidupan secara spontan, fisikawan H. S. Lipson berkata, ”Satu-satunya penjelasan yang dapat diterima adalah penciptaan. Saya tahu bahwa hal ini adalah anatema (aib) bagi para fisikawan, dan memang demikian juga bagi saya, tetapi kita tidak boleh menolak sebuah teori yang tidak kita sukai jika bukti hasil eksperimen mendukungnya.” Ia selanjutnya menyatakan bahwa setelah adanya buku The Origin of Species karya Darwin, ”evolusi menjadi seperti suatu agama ilmiah; hampir semua ilmuwan mempercayainya dan banyak yang siap ’membengkokkan’ penyelidikan mereka agar cocok dengan teori tersebut”.30 Suatu komentar yang menyedihkan tetapi benar.
35
Chandra Wickramasinghe, profesor di University College, Cardiff, mengatakan, ”Sejak awal pendidikan saya sebagai ilmuwan, saya telah diindoktrinasi dengan sangat kuat untuk percaya bahwa sains tidak bisa sejalan dengan segala bentuk penciptaan yang disengaja. Gagasan itu dengan susah payah harus disingkirkan. Saya merasa sangat tidak enak dalam situasi ini, keadaan mental yang sekarang saya rasakan. Tetapi, tidak ada jalan keluar yang masuk akal. . . . Munculnya kehidupan dari proses kimiawi yang kebetulan di bumi itu seperti mencari sebutir pasir tertentu di semua pantai yang ada di setiap planet di alam semesta—dan menemukannya.” Dengan kata lain, sangat tidak mungkin kehidupan dapat muncul dari proses kimiawi yang kebetulan. Maka, Wickramasinghe menyimpulkan, ”Tidak ada cara lain bagi kita untuk dapat mengerti susunan kimiawi kehidupan yang tepat selain melihat ke ciptaan-ciptaan dalam skala kosmis.”31
36
Seperti yang dikatakan oleh astronom Robert Jastrow, ”Para ilmuwan tidak memiliki bukti bahwa kehidupan bukan hasil penciptaan.”32
37
Namun, bahkan seandainya sel hidup pertama itu, entah bagaimana, muncul secara spontan, adakah bukti bahwa sel tersebut berevolusi menjadi semua makhluk yang pernah hidup di bumi? Fosil memberikan jawabannya, dan pasal berikut akan membahas apa yang sebenarnya ditunjukkan oleh catatan fosil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar